Selasa, 23 Agustus 2011

Teks Bacaan Takbir



اَلله ُاَكْبَر- اَلله ُاَكْبَر- اَلله ُاَكْبَر لاَاِلهَ اِلاَّالله وَالله ُاَكْبرَ اَلله ُاَكْبَر وَللهِ الحَمْد 3×        

اَللهُ اَكْبَر كَبِيْرَا وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرَا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاَ, لاَاِلَهَ اِلاَّهُ وَلاَنَعْبُدُ اِلاَّإِيَّاهُ, مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّ ين, وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْن,  وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِقُوْن, وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْن, لاَاِلَهَ اِلاَّ الله ُوَحْدَه, صَدَقَ وَعْدَه, وَنَصَرَ عَبْدَه, وَأَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَاحْدَه, لاَاِلَهَ اِلاَّالله وَاللهُ اَكْبَر, اَلله ُاَكْبَر وَللهِ الْحَمْد

Tatacara Pelaksanaan Sholat Idul Fitri


Pelaksanaan sholat ‘Ied adalah dua roka’at berjama’ah, dengan tujuh takbir di roka’at pertama (selain takbirotul ihrom) dan lima takbir di roka’at kedua (selain takbir intiqol atau takbir berpindah dari rukun yang satu ke rukun yang lain). Adapun tata caranya adalah sebagai berikut:

1. Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana sholat-sholat lainnya.

2. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir (selain takbiratul ihrom) sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”
3. Di antara takbir-takbir yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” [Dikeluarkan oleh Al Baihaqi (3/291). Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy (kuat). Lihat Ahkamul ‘Idain, Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid, hal. 21, Al Maktabah Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1405 H.]
Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إلَهَ إلاَّ اللَّهُ وَاللهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي

Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii
ِArtinya: “Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku.”
4. Kemudian membaca Al-Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa Sayyidina ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sholat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab,



كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) وَ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).” [HR. Muslim no. 891]

Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada sholat ‘ied maupun sholat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.


“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam sholat ‘ied maupun sholat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing sholat".[HR. Muslim no. 878.]

5. Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan sholat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).

6. Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.

7. Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir (selain takbir bangkit dari sujud) sebelum memulai membaca Al Fatihah.

8. Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

9. Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

Hukum Sholat Idul Fitri


Dalam literatur hukum Islam ditemukan 3 (tiga) pendapat ulama mengenai hukum sholat Idul Fitri:
1.      Menurut pendapat Imam Maliki dan Imam Syafi’i sholat Idul Fitri hukumnya sunnah mu’akkadah;
2.      Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal sholat Idul Fitri ada fardhu kifayah;
3.      Dan menurut Imam Abu Hanifah sholat Idul Fitri dihukumi wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim.

Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat sholat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat sholat.“

Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda:
Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (Idul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih).

Dalil Sholat ‘Iedul Fitri

Firman Allah SWT:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Dirikanlah sholat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2).
Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan sholat ‘ied.

Hadits dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Aku ikut melaksanakan sholat ‘Ied bersama Rosululloh, Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan sholat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Buhori dan Muslim)

Tidak Ada Sholat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan sholat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan sholat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.“
(HR. Bukhari no. 964 dan Muslim no. 884.)

Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Sholat ‘Ied

Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata : “Aku pernah melaksanakan sholat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”
(HR. Muslim no. 887.)

Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat sholat, beliau pun mengerjakan sholat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.” (Zaadul Ma’ad, 1/425.)

Tempat Pelaksanaan Sholat ‘Ied

Tempat pelaksanaan sholat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan : “Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.“ (HR. Bukhari no. 956 dan Muslim no. 889.)

An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa sholat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam sholat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”
(Syarh Muslim, An Nawawi, 3/280, Mawqi’ Al Islam.)

Waktu Pelaksanaan Sholat ‘Ied

Menurut mayoritas ulama-ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali, waktu sholat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat). (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/599 dan Ar Roudhotun Nadiyah,  1/206-207.)

Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan sholat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan sholat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.” (Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/425, Muassasah Ar Risalah, cetakan ke-14, tahun 1407 H [Tahqiq: Syu'aib Al Arnauth dan 'Abdul Qadir Al Arnauth])

Tujuan mengapa sholat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan sholat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri. (Lihat Minhajul Muslim, Abu Bakr Jabir Al Jaza-iri, hal. 201, Darus Salam, cetakan keempat.)