Kamis, 22 Desember 2011

Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) PNS

Apa, Mengapa, dan bagaimana Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ( DP3 ) PNS? Berikut informasinya yang bermanfaat untuk menambah wawasan baik bagi PNS maupun pimpinan.
Dasar Hukum
Dasar hukum penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS adalah (bila igin mengunduh, silakan klik tautan berikut):
Pelaksanaan Penilaian
  1. Hasil Penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS, dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan.
  2. Dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan unsur-unsur yang dinilai adalah :
    • Kesetiaan
    • Prestasi Kerja
    • Tanggung Jawab
    • Ketaatan
    • Kejujuran
    • Kerjasama
    • Prakarsa, dan
    • Kepemimpinan
  3. Unsur kepemimpinan hanya dinilai bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Muda golongan ruang II/a keata yang memangku suatu jabatan.
  4. Nilai Pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut :
    • Amat baik ………………= 91 – 100
    • Baik……………………….= 76 – 90
    • Cukup ……………………= 61 – 75
    • Sedang …………………..= 51 – 60
    • Kurang …………………..= 50 Ke bawah
  5. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan adalah bersifat rahasia
  6. Pejabat penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan, apabila ia telah membawahi PNS yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 bulan
  7. Apabila PNS yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan, maka ia dapat mengajukan keberatan disertai dengan alasan-alasannya, kepada atasan pejabat penilai melalui hierarki dalam jangka watu 14 hari sejak diterimanya daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut
  8. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan bagi PNS yang sedang menjalankan tugas belajar, dibuat oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan yang diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi, sekolah atau kursus yang bersangkutan.
  9. Khusus bagi PNS yang menjalankan tugas belajar diluar negeri, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang bersangkutan.
  10. Khusus PNS yang diangkat menjadi anggota DPR RI dan DPRD, bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Ketua Fraksi yang bersangkutan.
  11. DP3 bagi PNS yang diperbantukan atau dipekerjakan pada perusahaan milik negara, organisasi profesi, badan swasta yang ditentukan, negara sahabat atau badan internasional dibuat oleh pejabat penilai dengan menggunakan bahan-bahan dari pimpinan perusahaan, organisasi, atau badan yang bersangkutan
  12. Khusus bagi PNS yang diperbantukan atau dipekerjakan pada negara sahabat atau badan internasional bahan-bahan penilaian pelaksanaan pekerjaan tersebut diberikan oleh Kepala Perwakilan RI di negara yang bersangkutan  ( Sumber : website BKN )

Jumat, 16 Desember 2011

Hukum Berbicara Ketika Berwudhu


Memang dalam kenyataan sehari-hari, kita sering menjumpai orang yang berwudhu sambil berbincang. Bahkan anak kecil sering berwudhu sembari bermain air. Mengingat wudhu merupakan kunci memasuki berbagai macam ibadah (sholat, thowaf, baca al-qur’an dll), hendaklah wudhu diperhatikan dengan seksama. Karena keabsahan beberapa ibadah tersebut tergantung pada keabsahan wudhu itu sendiri. Ketika wudhu seseorang tidak sempurna dan dianggap tidak sah menurut pandangan syariat, maka berbagai ibadah setelahnyapun menjadi tidak sah. Karena wudhu merupakan wahana menuju kesucian yang disyaratkan dalam berbagai macam ibadah.Dalam berbagai litertur fiqih, khususnya kitab I’anatuth Thalibin dijumpai keterangan bahwa di tengah mengerjakan wudhu di-sunnahkan untuk tidak berbicara tanpa ada keperluan. Jika terdapat keperluan mendesak maka berbicara malah bisa berubah menjadi wajib. Misalnya, ketika kita sedang berwudhu lalu melihat orang buta berjalan sendirian, sedangkan ia berjalan menuju sebuah lubang yang membahayakan, maka berbicara dan memberikan peringatan terhdapanya hukumnya menjadi wajib. Meskipun kita dalam keadaan berwudhu. Menyelamatkan orang buta jelas lebih diutamakan dari pada memenuhi anjuran untuk diam di saat mengerjakan wudhu. 

Anjuran (sunnah) diam dalam berwudhu sangatlah beralasan. Bagaimanapun juga wudhu merupakan ibadah yang harus dilaksanakan dengan penuh kekhusu’an dan konsentrasi agar terlaksana sesuai dengan garis-garis yang ditetapkan syariat sebagaimana telah terumuskan dalam kitab-kitab fiqih. Sebagaimana dimaklumi, membasuh kedua kaki, tangan dan muka harus benar-benar merata. Jangan sampai ada bagian yang tertinggal yang tidak tersentuh air karena itu mengurangi kesempurnaan wudhu dan berakibat pada tidak syahnya sebuah wudhu. Jika sebuah wudhu dianggap tidak sah, maka sholat dan segala ibadah yang menggunakan wudhu tersebut juga tidak sah. Oleh karena itulah dibutuhkan kehati-hatian dan konsentrasi dalam berwudhu.

Dari keterangan di atas, maka dapat diimpulkan bahwa diam dalam berwudhu hukumnya sunnah. Meskipun berbicara tidak membatalkan wudhu tetapi bisa mengurangi konsentrasi dan kehati-hatian. Wallahu a’lam.

KHUTBAH JUM'AT : Masa Depan Umat Muhammad SAW


 اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ باِلْهُدَى وَدِيْنِ اْلحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلىَ الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفىَ بِاللهِ شَهِيْدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إَلَهَ إِلاَّ اللهُ إِلَهًا وَاحِدًا, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَرْسَلَهُ اللهُ مُبَشِّرًا وَنَذِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ اْلأَبْقىَ. (أَمَّا بَعْدُ) فَياَ عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ اْلمُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah
Suatu ketika Rasulallah SAW membacakan ayat suci al-Quran yang membicarakan tentang kepedulian Nabi Ibrahim AS terhadap umatnya, QS. Ibrahim [14] ayat 36:
رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (إبراهيم: 36)

Artinya: “Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan umat manusia. Barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku; dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ibrahim [14]: 36).

Dalam ayat ini terlihat jelas betapa tingginya kepedulian Nabi Ibrahim terhadap umatnya sehingga ia berani mengatakan siapa yang mengikutinya maka ia termasuk pengikutnya. Sedangkan orang yang menentangnya, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dari sini terlihat bahwa Nabi Ibrahim AS tidak mengutuk umatnya sama sekali. Orang-orang yang tidak mengikuti ajarannya, ia mengembalikan persoalannya ini kepada Allah SWT.
Demikian halnya dengan Nabi Isa AS. Ia sangat peduli dan kasih terhadap umatnya, sebagaimana ditegaskan dalam QS. al-Maidah [5] ayat 117.

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (المائدة: 117)

Artinya: “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu: ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu’, dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu”. (QS. al-Mâidah [5]: 117)
Dalam ayat tersebut, Nabi Isa AS ditanya oleh Allah SWT “benarkah engkau, wahai Isa, mengajarkan ajaran triniti, tritunggal.” Nabi Isa menjawab, “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (untuk mengatakannya)”. Kemudian Nabi Isa menyatakan, sebagaimana dalam lanjutan ayat itu:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (المائدة: 118)

Artinya “Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. al-Mâidah [5] ayat 118).
Ketika Nabi Muhammad membaca dua ayat di atas, tiba-tiba wajahnya nampak berubah, lalu mengangkat tangannya ke atas sambil menangis dan mengatakan “ummatî, ummatî, (umatku, umatku).” Lalu Allah menyuruh malaikat Jibril untuk mendatangi Nabi Muhammad dan menanyakan apa yang membuatnya menangis--padahal Allah lebih mengetahuinya.
Kemudian Jibril mendatangi Nabi Muhammad dan menanyakannya. Nabi Muhammad SAW menjawab, “Saya sedih oleh karena memikirkan umatku”. Kemudian Jibril kembali menghadap Allah dan melaporkannya. Allah mengatakan, “Katakan kepada Muhammad, ya Jibril, bahwa Kami telah meridlai Muhammad dan umatnya. Kami tidak akan menimpakan kesulitan dan kesesatan kepada dia dan umatnya”.
Inilah sebuah jaminan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, ketika Nabi menangis memikirkan umatnya. Kisah ini diambil dari hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim melalui Tsu’ban dijelaskan bahwa Nabi mengatakan: “Allah pernah menampakkan kepadaku tentang dunia ini. Saya lihat dunia itu begitu luas, mulai ujung timur hingga ujung barat; dan sesungguhnya umatku akan memenuhi dunia ini. Saya diberi dua perbendaharaan, merah dan putih [yakni emas dan perak]”. Lalu Nabi memohon kepada  Allah SWT agar umatnya tidak sampai dibinasakan dan mereka tidak dikalahkan oleh musuh-musuhnya. Kemudian Allah mengabulkan permohonanku dengan pernyataannya, “Ya Muhammad, sesungguhnya Aku telah menetapkan sebuah keputusan yang tidak mungkin berubah. Dan sesungguhnya Aku telah menetapkan bahwa kamu dan umatmu tidak akan hancur dan dikalahkan oleh musuh-musuhmu, kecuali oleh umatmu sendiri”. Hadits ini dikutip dari Kitab Shahih Imam Muslim, dalam bab al-fitan, juz 10, nomor hadits 340.

Jamaah Shalat Jumat rahimakumullah
Hadits di atas menjelaskan tentang masa depan umat Islam. Dalam hadits tersebut tersirat bahwa mereka tidak akan dapat dihancurkan oleh musuhnya atau lawan-lawannya, tetapi mereka hanya dapat diporakporandakan oleh umat Islam itu sendiri. Allah hanya menjamin umat Islam tidak dikalahkan oleh musuhnya, tetapi Allah tidak menjamin bahwa umat Islam itu bisa hancur disebabkan oleh umat Islam sendiri.
Kita lihat dalam perkembangan sejarah dan dunia umat Islam, rusaknya umat Islam ditimbulnya oleh umat Islam sendiri. Perpecahan-perpecahan umat Islam, sejak kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, itu disebabkan oleh umat Islam sendiri sehingga terjadi perang Shiffîn. Di berbagai belahan negara di Timur Tengah, seperti Libanon, Afghanistan, dan negara-negara lain, hancurnya umat Islam disebabkan oleh umat Islam sendiri. Bahkan, fenomena di negara kita terlihat betapa kuatnya pertentangan internal antar umat Islam sendiri.
Hadits di atas memperingatkan kepada kita supaya berhati-hati dari intervensi asing yang akan memecah belah kelompok kita.
Dalam rangkaian hadits itu juga dijelaskan bahwa sekiranya seluruh umat Islam bersatu, niscaya seluruh bangsa yang memusuhi Islam tidak akan mampu mengalahkannya, kecuali sebagian kelompok Islam memerangi bagian umat Islam yang lain.
Kalau kita memperhatikan hadits ini maka masa depan umat Islam terserah kepada kita. Kalau menghendaki umat Islam jaya, kita hindari perselisihan, pertengkaran dan berbagai perbedaan. Perbedaan kecil jangan sampai menjadi perselisihan dan permusuhan. Perbedaan kecil itu tidak mungkin dihindari, baik dalam sesama anggota keluarga, relasi [kolega] maupun lainnya. Itu biasa. Namun demikian, hal itu jangan sampai membuat permusuhan di antara kita.
Melihat kenyataan ini, musuh-musuh Islam, baik orang musyrik maupun orang munafik, tahu betul bahwa menghancurkan umat Islam tidak bisa dilakukan dari luar, sebab itu tidak akan berhasil. Akan tetapi, jika dilakukan dari dalam itu mungkin bisa. Oleh karena itu, mereka melakukan strategi konflik-internal antar umat Islam. Ini menunjukkan kita harus hati-hati, waspada, jangan sampai terlalu mudah dipecahkan oleh kaum lain.
Mudahan-mudahan kita dilindungi dari perpecahan sesama kita dan mendapatkan bimbingan serta ridla-Nya di dunia dan di akhirat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَت وَالذِكْرِ اْلحَكِيْمِ . وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَه ُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ اْلعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ, وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

أَلْحَمْدُ ِللهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَر. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُلاَ شَرِيْكَ لَهُ إِقْرَارًا بِرُبُوْبِيَتِهِ وَإِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَر. وَأَشْحَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْبَشَر. أَللّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَصَابِيْحِ الْغُرَر. مَا التَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَر. وَأُذُنُ بِخَبَر. مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَر. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُهَا النَّاس. إِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَر. وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَر. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِه. وَثَنَّى بِمَلاَئِكَتِهِ وَالْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِه. فَقَالَ تَعَالَى وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمَا. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَِّبى يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا. اَللّهُمَّ صَلَّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرَ أَهْلِ الدَّارَيْن. خُصُوْصًا عَلَى أَوَّلِ الرَّفِيْقِ سَيِّدِنَا أَبِى بَكْرِنِ الصِّدِّيْق. وَعَلَى الصَّادِقِ الْمَصْدُوْقِ. سَيِّدِنَا أَبِى حَفْصٍ عُمَرُ الْفَارُوْق. وَعَلَى زَوْجِ الْبِنْتَيْن. سَيِّدِنَا عُثْمَانَ ذِى النُّوْرَيْنِ. وَعَلَى ابْنِ أَبِى عَمِّهِ الْغَالِب. سَيِّدِنَا عَلِيِّ ابْنِ أَبِى طَالِب. عَلَى السِتَّةِ الْبَقِيَةِ رَضِيَ الله ُعَنْهُمْ أَجْمَعِيْن. وَعَلَى سِبْطَيْهِ الشَّرِيْفَيْن. سَيِّدِيْ سَبَابِ أَهْلِ الدَّارَيْن. أَبِى مُحَمَّدِ الْحَسَنِ وَأَبِى عَبْدِ الله ِالْحُسَيْن. وَعَلَى عَمِّيْهِ الْفَاضِلَيْنِ عَلَى النَّاسِ. سَيِّدِنَا حَمْزَةَ وَسَيِّدِنَا الْعَبَّاس. وَعَلَى بَقِيَةِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّبِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن. وِعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَات. وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَات. أَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَات. وَاكْتُبِ اللّهُمَّ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَعَلَى عَبِيْدِكَ الْحُجَّاجِ وَالْغُزَّاتِ وَالْمُسَافِرِيْنَ. فِى بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنَ الْمُسْلِمِيْن. مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ أَجْمَعِيْن. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَان. وَلاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ أَمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفُ الرَّحِيْمِ. عِبَادَ الله. إِنَّ اللهَ يَاْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ. وَإِيْتَاءِذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغِي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْن. فَاذْكُرُ اللهَ الْعَظِيْم يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَذْكُرْكُمْ وَيَهْدِيْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَر.